qomaruddin.com – Shohibul Haul Akbar Sampurnan Bungah Gresik –Bagi anda yang tinggal di daerah Bungah Gresik dan sekitarnya tentu mengetahui adanya Haul Kyai Sholeh Tsani Ponpes Qomaruddin Bungah Gresik yang diadakan setiap tahun. Acara ini diadakan untuk memperingati wafatnya Kyai Sholeh Tsani yang merupakan Pemangku ke-4 Pondok Pesantren Qomaruddin Bungah Gresik.
Berikut kami sampaikan biografi beliau KH. Moh. Sholeh Tsani dari berbagai sumber:
K.H. Sholih Tsani atu biasa disebut dengan Mbah Sholih bernama kecil Mohammad Nawawi. Beliau lahir di Desa Rengel, Tuban. Ayahnya bernama Madyani (K.H. Abi Ishaq) dan ibunya bernama Rosiyah binti K.H. Moh. Sholih awal. Dengan demikian beliau adalah cucu K.H. Sholih awal. Kata ”Tsani” yang melekat pada namanya semata-mata hanya untuk membedakan dengan nama kakeknya yang dikenal dengan nama K.H. Sholih awal.
Pendidikan K.H. Moh. Sholih Tsani menerima pendidikan Islam tingkat dasar dari ayahnya sendiri, yaitu di Pondok Pesantren Sampurnan. Selanjutnya beliau Mondok ke Kedung Madura sidoarjo, tepatnya Pondok Pesantren Kedung Madura, diasuh oleh Kiai Nidlomuddin (Murid Kiai Salim bin Samir Al Hadromi, pengarang kitab Safinatun Najah). Saat mondok di Kedung Madura itu beliau segenarasi dengan K.H. Moh. Kholil Bangkalan. Diceritakan bahwa antara Pendidikan K.H. Moh. Sholih Tsani (Moh. Nawawi) dengan K.H. Moh. Kholil (Moh Kholil) sewaktu di pesantren Kedung terjalin hubungan persahabatan yang sangat akrab. Keduanya dikenal sebagai santri yang cerdas, tekun, dan alim, meskipun diantara keduanya memiliki fokus belajar yang berbeda. Moh. Nawawi lebih menekuni ilmu fiqih, sedangkan Moh. Kholil lebih banyak menekuni ilmu alat (nahwu-sharaf).
Terkait dengan fokuks belajar kedua calon Kiai tersebut ada sebuah anekdot (cerita lucu berhikmah) yang mereka ciptakan. Disebutkan bahwa Moh. Kholil pernah bercanda kepada Moh. Nawawi saat sedang mutholaah kitab fiqih. Katanya, ”buat apa Sampeyan mempelajari kitab-kitab fiqih, toh di Indonesia tidak akan pernah ada orang zakat onta?”. Maka kelakar bernada sindiran itu pun dijawab oleh Moh. Nawawi, ”Buat apa Sampeyan mempelajari ilmu nahwu-sharaf sampai bertahun-tahun, toh kelak kitab-kitab Kuning akan banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa kita?”. Jika kita saksikan perkembangan dewasa ini tampaknya apa yang diucapkan Moh. Nawawi satu abad yang lalu, kini telah menjadi kenyataan. Sekarang sudah banyak dijumpai kitab-kitab kuning yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa (Pemutihan kitab kuning).
Meskipun demikian, bukan berarti ilmu Nahwu-Sharaf sudah tidak diperlukan lagi, karena ilmu tersebut merupakan salah satu alat untuk menghantarkan kita dapat memahami kitab kuning dan menerjemahkanya ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa Jawa.
Pernyatan kedua calon Kiai tersebut rupanya berhikmah. Anekdot menunjukkkan keintiman persahabatan mereka dan sekaligus menunjukkan betapa jeli penglihatan mereka terhadap kehidupan mendatang. Selain itu mungkin juga keduanya berharap agar kedua ilmu tersebut terus dipelihara dan bahkan dijadikan ciri khas mata pelajaran di pondok pesantren. Karena ketekunannya mempelajari kitab fiqih, Moh. Nawawi dikenal sebagai santri yang banyak mengemukakan masail fiqhiyah. Oleh karenanya beliau sering aktif dalam musyawarah bahtsul masail (wahana santri dalam memecahkan masalah hukum fiqih).
Setelah menikah Moh. Nawawi bersama istrinya menetap di Sampurnan Bungah. Pada tahun 1279 H/1862 M., beliau beliau diangkat menjadi pemangku Pondok Pesantren sampurnan Menggantikan kedudukan ayah mertuanya, yaitu Kiai Musthofa, yang sudah tua. Kiai Musthafa adalah pimpinan Pondok Pesantren Qomaruddin selama lebih kurang dua setengah tahun menggantikan Kiai Basyir, Sepuluh tahun kemudian KH. Moh. Nawawi menunaikan ibadah haji dan mendapat barokah nama, KH. Sholih. Dalam tradisi Pesantren Sampurnan beliau dikenal dengan nama panggilan KH. Moh. Sholih enom.
Sejak kepempinannya itulah mulai dikenal tradisi pengajian mingguan untuk para santri kalong yaitu santri yang pulang-pergi, tidak ikut menetap di asrama pesantren. Mereka mengikuti pengajian yang diselenggarakan setiap pasaran legi. Pada umumnya para santri kalong ini berasal dari para tokoh masyarakat, para modin, dan umumya mereka yang sudah berusia menengah ke atas. Karena pertemuan dan pengajiannya pada Kiai setiap pasaran legi, maka akhirnya dikenallah dengan sebutan Santri Legian.
- K.H. Moh. Sholih Tsani adalah seorang ulama yang produktif, beliau tidak hanya pandai membaca kitab karangan orang lain, tetapi beliau juga banyak manyusun atau menulis kitab-kitab baru, utamanya yang membahas masalah fiqih, diantaranya: Kitabus Syuruth, yang berisi penjelasan tentang syarat-rukunnya ibadah ibadah, mulai dari Shalat, Puasa, Zakat, haji dan masalah-masalah yang berkaitan dengan muamalah.
- Nadhom Qoshidah lis Syibyan, yang berisi ajaran tauhid untuk anak-anak dan para mubtadi’an yang baru mempelajari masalah tauhid, yang dikemas dalam bentuk nadhom atau syi’ir untuk memudahkan hapalan dan mengairahkan belajar.
- Tashilul awam fiil Mas’alatis Shiyam, Tashilul awam fiil Mas’alatis Shiyam, yang berisi penjelasan khusus tentang petunjuk praktis tentang pelaksanaan puasa.
Pada hari kamis, 24 Jumadil Ula 1320 H/28 Agustus 1902 K.H. Moh. Sholih Tsani intiqal ilaa rahmatilah setelah memimpin Pondok Pesantren Sampurnan selama 40 tahun. Beribu-ribu Kiai, ulama’, Santri, dan masyarakat turut berduka cita mengantarkan pemakamnnya. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman khusus para muasis.
sanad belajar mbah sholeh tsani ke sayyid bakri syatho pengarang kitab i’anatut tholibin selama di makkah perlu di tulis
keterangan tsb ada di catatan Mbah soleh musthofa yang kemarin di temukan di lemari kuno di ndalemnya gus ala’uddin juga kitab ngaji beliau terdapat catatan di muka bahwa kitab tersebut beliau mengaji di sayyid bakri syato