Qomaruddin.com — Tahlil dan Khataman Putri dalam rangka Haul K.H. Qomaruddin ke-265 pada Selasa (12/07/2022) dihadiri ratusan keluarga, warga, dan alumni. Acara tahunan ini diadakan sebagai upaya untuk mengingat dan meneladani para sesepuh dan muasis Pondok Pesantren Qomaruddin, khususnya Mbah K.H. Qomaruddin.
Sebelum acara tahlil, di pagi hari, para jamaah putri menggelar khataman di Masjid Kanugrahan. Masjid itu terletak di sebelah utara makam K.H. Qomaruddin dan tercatat sebagai masjid perempuan ‘sepuh’ yang berusia hampir satu abad.
Dinukil dari buku Dinamika Pondok Pesantren Qomaruddin (2014), Masjid Kanugrahan didirikan K.H. Ismail (Mbah Ismail) pada tahun 1365/1946 atas permintaan ibundanya (Nyai Muslihah), sebab jarak ke Masjid Kiai Gede Bungah terlalu jauh bagi warga perempuan Sampurnan.
Acara Tahlil dan pembacaan manaqib (biografi) dimulai bakda zuhur. Dalam sambutan sekaligus pembacaan manaqib, K.H. Qomaruddin, Siti Zainab (Istri dari K.H. Ali Murtadlo) mengatakan bahwa acara haul tersebut bertujuan untuk memperkuat silaturahmi, juga meneladani dan mengharapkan barokah (ngalap berkah) dari Mbah Qomaruddin.
“Terima kasih kepada para tamu undangan, semoga silaturahmi ini menambah luas rezeki dan menambah umur kita, karena hakikat silaturahmi adalah memperpanjang umur kita dan memperluas rezeki kita,” kata Zainab dengan menukil hadis Kanjeng Nabi “Man aḥabba an-yubsaá¹a lahu fÄ« rizqih wa-yÅ«sa’a lahu fÄ« aṡarihi fal-yaá¹£il roḥimah.”
Dalam pembacaan manaqib, Zainab menuturkan bahwa Mbah Qomaruddin mendirikan Pondok Pesantren Qomaruddin tidak dengan asal-asalan, melainkan penuh dengan pertimbangan, termasuk dengan istikharah.
“Sebab, syarat ideal membuat pondok itu: 1) dekat dengan pemerintahan; 2) dekat dengan jalan raya; 3) dekat dengan hutan, sebab saat itu untuk mencari kayu dan sayur-sayuran, dibuat memasak; 4) ada sumber air; dan 5) pasar,” kata Zainab. Ia menambahkan, selain syarat tersebut, dulu para ulama pasti melakukan istikharah sebelum mengambil keputusan.
Zainab juga menuturkan bahwa sebelum bernama Pondok Qomaruddin, pondok ini sempat mengalami beberapa pergantian nama. Pada awalnya, namanya adalah Pondok Sampurnan, yang merupakan akronim dari ‘Sampurno Temenan’ yang berarti tempat itu sudah sempurna dan Mbah Qomaruddin tidak akan berpindah lagi.
“Di tahun 1960-an, atas usulan K.H. Hamim, ayahanda dari Pak Ibrohim, pondok Qomaruddin dulu dinamai Darul Fiqih. Karena kajian kitab Fiqh nya terkenal bagus di masa pemerintahan Mbah Sholeh Tsani … bahkan menjadi rujukan umat di sekeliling kita, Bungah dan seterusnya,” tutur Zainab.
Namun di tahun 1970-an, atas kesepakatan bersama, nama pondok disepakati menjadi Pondok Qomaruddin, “diniati tabarrukan, ngalap barokah kepada pendirinya,” yaitu Mbah Qomaruddin.
Dalam kesempatan itu, Zainab mencatat bahwa keturunan K.H. Qomaruddin tidak hanya ada di Bungah saja, tapi menyebar ke beberapa kota. Misalnya, dari anak ke-9, Dawiyah (Nyai Mat), berdomisili di Kisik, lalu anak ke-10, Kiai Ali, berdomisili di Sepanjang Sidoarjo.
“Kita semua zurriyyah Mbah Qomaruddin tidak untuk pamer-pameran, tapi paling tidak kita ngalap barokah. Sebagai keturunan orang yang baik, semoga kita semua dapat menjadi manusia yang baik,” kata Zainab.
Editor: Luthfi.