Qomaruddin.com – Malam itu senyap, dingin dan berkabung. Rumah itu ramai, di selingkar teras rumah banyak berkerumun orang-orang bertakziah sedang jenazah masih dimandikan. Peziarah merenung seakan tidak mempercayai kehilangan seorang kiai, ustaz dan sahabatnya sendiri yaitu Gus Fu’.
Ahmad Fuad Ihsan lahir di Gresik, 26 Mei 1982 (38), beliau mempunyai panggilan akrab “Gus Fu”. Beliau putra dari pasangan alm. KH Ihsan Abdul Halim dan Ibu Nyai Hj Muflihah binti KH M Zubair bin KH Abdul Karim bin KH Moh Sholih Tsani. Dari urutan silsilah nasab, beliau masih ‘canggah’ dari KH Moh Sholeh Tsani.
Banyak di antara sahabat, keluarga dan santri merasa kehilangan sosok penganyom yang tidak pernah pilah-pilih dalam bergaul itu. Sosok yang tekun dalam membimbing dan meneladani para santri dalam hal keilmuan dan akhlak teladan.
Semasa hidupnya, beliau sangat telaten dalam mengembangkan suatu bidang keilmuan, kajian alat (nahwu-shorof), fikih hingga ilmu falak. Sumbangsih ini terlihat dalam keaktifan beliau sebagai pengajar dan pengabdi aktif sejak tahun 2016 di Pondok Pesantren Qomaruddin yang memegang amanah dalam proses pembentukan karakter santri. Gus Fu’ juga aktif sebagai Ketua LBM MWC NU Bungah dan pengurus Lajnah Falakiyah PCNU Gresik.
Gus Fu’ mengawali pembaruan sistem pendidikan salafiyah di Pondok Pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah (termasuk pesantren tua yang berdiri tahun 1775). Beliau memberlakukan jam wajib muthola’ah bagi para santri. Memberikan jam tambahan berupa “ngaji sorogan” untuk memperdalam penguasaan mengkaji Kitab Kuning. Beliau juga sering diamanahi untuk mempersiapkan santri yang hendak mengikuti lomba baca kitab. Kerja keras Gus Fu’ itu membuahkan hasil, santri didikannya pernah mendapatkan peringkat 1 baca kitab di tingkat nasional.
Setiap menjelang Subuh selalu membangunkan santri di masing-masing kamar untuk melaksanakan sholat Subuh berjamaah yang beliau imami sendiri.
Secara tidak langsung, Gus Fu’, menurut penuturan K. Mudhofar Usman melalui berbagai sumbangsihnya bisa disebut sebagai pemangku ketiga Pondok Pesantren Qomaruddin, setelah KH Moh Iklil Sholih sebagai pemangku utama dan KH Alauddin sebagai pemangku kedua.
Beliau dikenal oleh beberapa koleganya sebagai pribadi yang santun, membaur kepada sesama, pecinta ulama, mempunyai ghirah yang kuat dalam mendidik santri dan di selah-selah kesibukannya mengajar di pesantren beliau senang bersilaturahmi serta memancing.
Selain mengajar di lingkungan Pesantren Sampurnan, beliau juga mengampu majlis pengajian kitab kuning di beberapa daerah di antaranya di Desa Grogol dan Desa Gumeno.
Sekitar tahun 2017 akhir, menurut Mufid Muwaffaq, Gus Fu’ juga mempunyai inisiatif untuk menghidupkan kembali jejaring media di Pesantren Qomaruddin. Beliau lalu mengajak para alumni yang kebetulan menekuni bidang media untuk ikut merawat jejaring media di Sampurnan. Hingga sekarang jejaring media di Qomaruddin sudah bergerak secara signifikan dalam memberikan informasi dan khazanah Pesantren Sampurnan. Persebaran konten informasi itu bisa dilihat di akun media sosial seperti Facebook, Instagram dan Youtube.
Guna menjalin kedekatan alumni Qomaruddin, beliau begitu bersemangat membangun wadah silaturahmi antar alumni untuk menampung ide dan gagasan para alumni, baik alumni Madrasah maupun alumni Pondok Qomaruddin.
Dalam penuturan Hasan Bashori, Gus Fu’ mempunyai prinsip dasar dalam pengembangan keilmuan dan keterampilannya berbasis pada nilai khidmah di pesantren. Seperti yang sudah beliau alami sendiri sejak di Pesantren Nurul Ummah Yogyakarta, yaitu memberi makan sapi, membuat percetakan Nurul Ummah, menjadi pengurus keamanan, hingga sempat menjadi ketua/lurah pondok.
Kita kehilangan. Sungguh-sungguh kehilangan sosok teladan yang memasrahkan dirinya dalam rihlah khidmah kepada pesantren baik di Qomaruddin dan Nurul Ummah (Yogyakarta). Selamat jalan Gus Fu’, semoga rahmat Allah selalu menyertaimu. Amin.