Meneladani Gandrung Ilmu di Puncak Haul KH. M. Sholih Tsani Ke-126

Qomaruddin Media

Qomaruddin Media

Meneladani Gandrung Ilmu di Puncak Haul KH. M. Sholih Tsani Ke-126

Qomaruddin.com — Sekitar sepuluh ribu jamaah dari berbagai daerah khidmat mengikuti acara tahlil Haul KH. M. Sholih Tsani Ke-126 digelar pada Kamis (21/11/2024), di Lapangan YPP Qomaruddin. Puncak peringatan haul itu juga dihadiri langsung para pengasuh pondok pesantren dan kiai dari berbagai daerah, tersebut KH. Wahib Anwar (Sembilangan), KH. Aunur Rofiq (Manyar), KH. Abdul Aziz (Sidoarjo), termasuk KH. Abdul Ghofur Maimun (Sarang) yang menjadi penceramah.

Dalam sambutan atas nama keluarga besar Pondok Pesantren Qomaruddin, Nyai Hj. Aminatun Habibah mengucapkan terima kasih atas kedatangan para jamaah seluruhnya, sambil meminta doa agar Pondok Pesantren Qomaruddin terus menjadi pusat pendidikan. Ia menjelaskan, salah satu unit YPP Qomaruddin, MI Assa’adah sudah berdiri tahun 1932, di mana saat itu masyarakat belum mengenal sekolah formal.

Meneladani Gandrung Ilmu di Puncak Haul KH. M. Sholih Tsani Ke-126

“Dan nama Assa’adah itu diberi oleh Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari. Ini membuktikan bahwa kawasan Bungah sudah menjadi pusat pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka. Semoga Bungah terus menerus menerus menjadi pusat pendidikan,” tutur putri KH. Ahmad Muhammad Al-Hammad, pemangku ke-9 Pondok Pesantren Qomaruddin.

Semangat Menuntut Ilmu KH. Sholih

Dalam pembacaan manaqib, K. Mudlofar Usman menceritakan jalan panjang perjuangan KH. M. Sholih Tsani dari masa remaja hingga menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Qomaruddin.

Ulama kelahiran 3 Ramadan 1254 H itu saat kecil belajar langsung dari ayahnya, KH. Abu Ishaq Madyani (Rengel), yang merupakan ulama yang pernah belajar langsung dari shohibul kitab I’anatut Thalibin, Sayyid Abu Bakar Syato’. Hingga menjelang dewasa, di umur 15 tahun, menurut manuskrip, sosok yang beranama asli Nawawi itu mondok di Pondok Pesantren Qomaruddin (dulu Sampurnan). Selang dua tahun, ia pindah mondok ke Sembilangan Madura pada KH. Muqoddas.

Selang beberapa tahun, KH. M. Sholeh Tsani mondok di Kedung Meduro (Sidoarjo) pada KH. Mas Nidhomuddin dan Syekh al-Ammari kurang lebih selama empat tahun. Lalu ia menikah pada tahun 1280 H. Setelah setahun menikah dan mempunyai anak, KH. M. Sholih Tsani melanjutkan mondok ke Pamekasan pada KH. Ismail yang saat itu merupakan mufti (pakar agama) selama dua tahun.

“Menurut catatan dari KH. Sholeh Musthofa, pasca dari Pamekasan, beliau menggelar ilmu di Pondok Pesantren Qomaruddin,” tutur K. Mudlofar Usman.

Lima tahun kemudian, KH. M. Sholeh Tsani naik haji. Dan saat pulang, mulai banyak santri yang berdatangan dari berbagai penjuru ke Pondok Pesantren Qomaruddin, demikian menurut catatan manuskrip dari KH. Sholeh Musthofa.

Meneladani Gandrung Ilmu di Puncak Haul KH. M. Sholih Tsani Ke-126

Lebih lanjut, K. Mudlofar Usman menjelaskan banyak sekali karya-karya tulisan tangan dari KH. M. Sholih Tsani, diantaranya: Ta’liqat Safinatun Najah (sampai mena’liqati tiga kali); salinan kitab Minhatul Fattah karya Syeikh al-Ammari; Qoshidah Lis Shibyan; dan masih banyak lagi. Karya-karya tersebut masih dalam proses tahqiq dari Tim Lajnah Turats Sampurnan.

Pasca pembacaan manaqib, acara dilanjutkan dengan mauidhoh Hasanah yang disampaikan oleh KH. Abdul Ghofur Maimun, Pemangku Pondok Pesantren Al-Anwar 3 Sarang. Dalam kesempatan itu, sosok yang kerap disapa Gus Ghofur tersebut menyampaikan pentingnya belajar dan gandrung akan ilmu.

Meneladani Gandrung Ilmu di Puncak Haul KH. M. Sholih Tsani Ke-126

Salah satunya, ia mengisahkan bagaimana Kanjeng Nabi suatu saat disowani seseorang yang meminta izin ingin berzina. Saat itu, Kanjeng Nabi bukannya marah, melainkan mengajarkan orang tersebut untuk berfikir dengan benar. “Bagaimana jika yang kau ajak zina itu punya anak dan anak itu adalah engkau? Bagaimana jika yang kau ajak zina itu punya suami dan suami itu adalah engkau?” Tutur Gus Ghofur mengutip kanjeng nabi.

Kemudian dada orang tersebut dielus oleh Kanjeng Nabi. Lalu saat pulang, orang tersebut sangat membenci zina. “Makanya, angger mikiri bener niku akeh dadi wong sholeh” tutur Gus Ghofur, yang artinya saat orang sudah bisa berfikir dengan benar, maka kemungkinan besar dia akan menjadi orang sholeh.

Setelah mauidhoh, acara kemudian dilanjutkan dengan pembacaan tahlil dan doa. Tahlil dipimpin oleh KH. Abdul Muhsi, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Karimi Tebuwung Dukun Gresik. Untuk doa disampaikan oleh KH. Aunur Rofiq (menantu KH. Idris Sahlan), KH. Ismail Nafi’ (cicit KH. Sholeh Tsani), KH. Abdul Aziz, KH. Abdul Wahib Anwar (Sembilangan), dan Habib Abdul Qodir bin Ali Assegaf.

Artikel Terkait

Leave a Comment